Wednesday, August 6, 2008

Wayang Kamasan, 'Ibu' Seni Lukis Bali


Seni lukis Bali klasik yang lebih dikenal seni lukis wayang Kamasan sejak abad ke-17 hingga sekarang masih bertahan hidup. Itu berarti ada sesuatu yang memberi 'hidup', sehingga komunitas pendukungnya mampu menjaga kelestariannya.

Seni lukis wayang Kamasan memang perlu dilestarikan sebagai sebuah karya seni yang sarat muatan filosofi -- tema-temanya diangkat dari epos Mahabharata dan Ramayana. Terkait dengan upaya melestarikan seni lukis Bali klasik wayang Kamasan, di Taman Budaya Denpasar biasanya dilaksanakan pameran lukisan wayang Kamasan di Gedung Kriya.

'Taman Budaya sebagai salah satu unit pelaksana teknis daerah di bawah Dinas Kebudayaan Bali, selalu berupaya menggairahkan iklim berkesenian, salah satunya melalui pameran seni lukis.

Para pelukis yang ikut adalah Nyoman Arnawa, Nyoman Arcana, Wayan Puspa, Nyoman Sariarta, Ni Nyoman Supini, Ni Wayan Sri Wedari, Putu Mahendra Sriady Aditya Putra, Gede Trisnayasa Waisnawa, Ni Komang Sri Darmayanti, Ni Nyoman Ayu Winandari, Made Kurniawan, Gede Puspa Wedayana, Putu Candra Wiguna, Ketut Suendra, Made Darmanta, Ni Made Sri Rahayu, Wayan Suartana, Nyoman Adi Prabawa, Wayan Pande Sumantra, Ni Made Sinarwati dan Ni Wayan Yeni Widyanti.

Tingkatkan Apresiasi
Tema yang diangkat kebanyakan seputar cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi ada yang mengangkat tema kehidupan sehari-hari, dan tarian barong-randa. 'Pameran ini juga bertujuan meningkatkan apresiasi terhadap seni, khususnya lukisan wayang Kamasan,' kata Nurjana Putra yang mantan Kasubag Hukum dan Humas Disdik Bali.

Seni lukis Bali klasik wajib dilestarikan. Sebab, menurut perupa yang dosen senirupa ISI Denpasar Ketut Murdana, seni lukis Bali klasik merupakan 'ibu' bagi perkembangan corak-corak seni lukis Bali selanjutnya. Menghormati dan memeliharanya merupakan upaya mendorong terwujudnya keluhuran budi. Melalui seni lukis Bali klasik, pelukis maupun apresiannya diharapkan mampu mengimplementasikan dan mengapresiasi sifat-sifat satyam (kebenaran tatwa), siwam (kesucian) dan sundaram (keindahan).

Lanjut Murdana, para leluhur Bali sejatinya telah menancapkan tonggak kreatif melalui seni rupa Bali klasik. Di situ ada pakem-pakem kesenirupaan dengan tahapan proses yang teratur dan keseriusan menggarap filosofi Hindu. Dalam proses kerja yang teratur itu menghasilkan keteraturan komposisi, garis (ngereka, nyawi, ngepuk), dan gradasi (ngampad).

Semua itu dilakoni dengan proses kerja yang ngunda bayu (pranayama) -- menahan emosi dan mengatur napas -- agar menghasilkan kualitas garis lembut, garis panjang tak putus-putus, detail dan merata. Proses kerja tradisi seperti ini dan muatan spiritual yang tertata dalam tema karya, diharapkan mampu membetuk kehalusan budi.

No comments: